Desa Bolo Maju, Indonesia Bangkit

Desa Bolo Maju, Indonesia Bangkit

OLEH : KASDIN MABOLU

Budaya Konsumtif <---> Konsumtif Over Dosis
Budaya konsumtif sudah menjadi kombinasi kata yang umum dan sudah dapat di pahami masyarakat – tentu dengan interpretasi yang berbeda beda. Itulah kenapa kombinasi kata itu menjadi judul paragraf ini. Namun, sekalipun saya belum bisa menjelaskan apa itu budaya, saya tidak sependapat menyebut konsumtif itu di anggap budaya – takut marah sama budayawan bangsa ini, semacam sudjiwotejo dkk. Saya mengambil jalan pintas saja, saya ambil sebutan konsumtif over dosis.
Sebelum melanjutkan tulisan ini, saya ingin menanyakan anda – apakah anda orang yang mudah tersinggung?. Jika ya, saya memohon anda berhenti membaca, takutnya merugikan hubungan kita. Mau di bawa kemana hubungan kita? huhuiiii.
Oke, terima kasih karena anda orang yang tidak mudah tersinggung. Saya ingin mengajak anda ke kehidupan pedesaan. Sekalipun ini tentang desa tempat lahirku, jangan sekali kali berpikir itu desaku, itu desamu, atau desanya, karena ini desa kita, -karena kita satu Indonesia. Sumber utama pendapatan dari desa ini dari pertanian – lebih tepatnya tanaman kopi. Hampir 100% penduduk desa ini menanam kopi. Sebelum peneliti – peneliti kita dapat menemukan kopi yang bisa di panen tiap minggu, kopi yang ada saat ini masih musiman. –ada musim panen dan ada nga-, belum lagi seperti yang terjadi saat ini. Isu global warning - yang dulunya hanya diskusi di kampus kampus, ato hanya yang di suarakan oleh aktivis lingkungan hidup yang sering mendapat ejekan itu-, sekarang sudah di alami di pedesaaan. Cuaca semakin tidak menentu yang berbuntut pada gagal panen.
“lalu mucul pemikiran sederhana, padi juga musiman seperti hujan, lalu kenapa beras selalu ada? Ya, karena kita punya lumbung padi. Kenapa kita tidak punya lumbing air? (cita2 semasih pakai jaket almamater), andai saja kita punya bendungan.”
Dengan adanya air, tanaman kopi kita setidaknya tidak harus mengalami gagal panen. Tentu hasil panen akan semakin baik dan yang lebih lagi, konsisten. Oke, lalu apa hubungannya sama konsumtif over dosis?
Sekalipun panen kita peroleh dengan maksimal dan berkelanjutan, masalah kita belumlah selesai. Karena ada yang namanya konsumtif over dosis. Kalau kita kembali kedesa desa saat musim panen, orang sibuk belaja. Ada yang belanja bahan –yang belum tau kapan akan di jahit-. Ada yang beli lemari- yang tiga bulan kemudian di pastikan rusak-. Ada yang beli makanan – yang melebihi kebutuhan-. Dan sebagainya. Intinya melebihi daya dukung penghasilan. Kemudian setelah musim panen berakhir, keuangan keluarga jebol. Minjam sana – minjam sini pun terjadi. Untunglah system kredit belum sampai desa, walau memimjam, bunganya 0 %. Itulah kelebihan system kekerabatan di desa ini. Hanya saja, ada kemandirian yang hilang tanpa di sadari. Si peminjam harus menjual hasil panennya ke orang yang meminjamkan duit. Si peminjam juga harus bekerja ke ladang orang yang meminjamkan duit. Terjadilah system yang tidak mandiri. Dan jika tidak di tepati, terjadilah perpecahan. Malah, ada yang menyalahkan adat (budaya). Padahal konsumtif over dosis yang menjadi tersangka.
Waktunya kembali ke kota, hal yang mirip mirip begini terjadi juga. Buktinya banyak yang mengeluh di akhir bulan, dan menunggu datangnya awal bulan. Padahal gaji yang di peroleh selama sebulan adalah kumpulan dari tiap hari, itu artinya tau berapa anggaran perbelanjaan rumah tangga (APRT) maksimal yang bisa di keluarkan tiap harinya.
menilik lembaran sejarah, semua negara atau kerjaaan (dalam skala kecil keluarga) yang maju, mereka selalu mengawali dari membangun pendidikannya, sehingga pada akhirnya tercapailah kecerdasan kolektif. kumudian, mereka lebih mudah bergerak kemanapun tujuan mereka. berhubung momen agustusan, kita kembali ke pembukaan UUD 45 …. “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Lalu bagaiman membangun pendidikan?
Ada semcam harapan membangun sesuatu, sesuatu bangat, heheh trus saya berharap anda bilang waw…
Saya ingin share sebuat ide sederhana buat anda, berharap ada bisa berikan saran dan kritik yang membangun. Apalagi anda bergabung, itu super sekali. Kita akan jadi superteam. Kita akan menolong satu keluarga tiap harinya, bahkan lebih
“Desa Maju, Indonesia Bangkita”
Idenya sederhana, kita buka simpan pinjam mulai dari lingkungan kecil, missal desa atau RT, dimana masyarakat di harapakan menabung ketika musim panen, atau saat gajian, dan mereka boleh menarik di saat yang tidak. Pilihan yang lain, kita bisa buat bentuk deposit, keluarga menabung tiap musim panen atau gajian, tetapi hanya bisa ditarik untuk kebutuhan pendidikan anaknya. Kalau system ini kita besarkan, mestinya wajib S1 itu bisa. Lama ke lamaan, setiap anak bisa melanjutkan pendidikan dengan pinjaman, dan di bayar setelah bekerja. Mau?
Bagaimana menurutmu?
Salam hangat
Fajar Baru Indonesia.
“Desa Maju, Indoensia Bangkit”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar